Kamis, 28 Januari 2016

PENYEBAB KRISIS DI ASIA 1997

A.    PENYEBAB KRISIS DI ASIA 1997
Krisis keuangan Asia tahun 1997-1998 dipandang sebagai salah satu peristiwa ekonomi yang paling signifikan dalam sejarah dunia baru-baru ini. Krisis dimulai pada awal Juli 1997, ketika  mata uang Baht Thailand jatuh. Pemerintah Thailand yang saat itu dibebani dengan utang luar negeri yang amat besar, memutuskan untuk mengambangkan mata uang Baht setelah serangan yang dilakukan oleh para spekulan mata uang terhadap cadangan devisa negaranya. Pergeseran moneter ini bertujuan untuk merangsang pendapatan ekspor namun strategi ini terbukti sia-sia  dan akhirnya berdampak pada Korea Selatan, Indonesia, Filipina, dan Malaysia. Ini menyebabkan depresiasi mata uang dan resesi ekonomi yang mengancam pertumbuhan ekonomi negara di Asia.
Sistem keuangan domestik yang lemah sementara liberalisasi keuangan domestik menyebabkan lonjakan arus modal ke bank-bank dalam negeri serta perusahaan yang melakukan peminjaman dana jangka pendek dalam valuta asing besar-besaran ke luar negeri.  Hingga akhirnya menghasilkan utang luar negeri yang melebihi nilai cadangan devisa. Secara perlahan Thailanf kekurangan daya saing yang tercermin dari menurunya ekspor dan meningkatnya defisit transaksi berjalan.  Thailand  mengurangi cadangan devisa sebagai sebuah upaya untuk
mempertahankan mata uangnya namun nilanya terhadap dollar Amerika terus  merosot menyebabkan utang luar negeri meroket dan memicu krisis. Pada pertengahan Januari 1998-an Baht Thailand kehilangan 52 persen nilainya terhadap dolar, sementara rupiah kehilangan 84 persen nilainya terhadap dollar.  Pendapat tentang keajaiban Asia yang radikal berubah dari pujian menjadi kecaman akibat krisis keuangan 1997-1998. Asia yang diakui dunia sebagai kisah sukses sekarang dikecam sebagai "kapitalisme kroni" oleh para analisa akuntansi mengkarakteriktikan sebagai konsekuensi dari liberalisasi keuangan internasional dan peningkatan arus modal internasional yang  masuk. 
Krisis ekonomi tesrebut menyentak banyak pihak, mengingat pencapaian fantastis negara seperti Thailand, Malaysia dan Korea Selatan. Pada saat terjadinya krisis, modal asing yang masuk ke kawasan Asia merupakan separuh dari keseluruhan modal asing di dunia. Modal asing masuk dengan cepat tanpa disertai dengan kehati-hatian. Ditengah derasnya modal yang masuk, Thailand pada waktu sebelum krisis menetapkan nilai tukar yang sejalan dengan dollar AS, sehingga risiko nilai tukar pada saat itu seringkali diabaikan.  Menurut Stanley Fischer, ada tiga penyebab krisis terjadi di Asia :
1.      Kegagalan meredam inflasi di Thailand dan negara lain di Asia akibat meningkatnya defisit sektor eksternal dan melambungnya harga properti dan saham;
2.      Penggunaan sistem nilai tukar tetap (pegged exchange rate) yang terlalu lama sehingga mendorong melonjaknya utang luar negeri, meningkatkan exposure terhadap risiko nilai tukar baik sektor keuangan maupun korporasi;
3.      Aturan kehati-hatian dan pengawasan di sektor keuangan yang lemah sehingga mengakibatkan buruknya kualitas kredit perbankan.
Penyebab lainya menurut Krugman, krisis terjadi karena adanya jaminan terselubung dari pemerintah Thailand kepada lembaga kuangan yang memberikan kredit penuh risiko yang pada akhirnya menimbulkan moral hazard dimana lembaga keuangan cenderung menyalurkan dana pinjaman daripada memperkuat permodalanya. Pemberian kredit penuh risiko oleh lembaga keuangan mendorong terjadinya inflasi bukan pada harga barang, tetapi pada harga aset (tanah, property, saham).
B.     PERAN IMF MENANGANI KRISIS
Negara-negara Asia dan negara Barat beserta Dana Moneter Internasional (IMF)  memberikan bantuan keuangan sementara untuk membantu negara-negara terdampak krisis menyesuaikan neraca pembayaran mereka. Mungkin peran paling kontroversial adalah bahwa IMF. Kritikus berpendapat bahwa kebijakan moneter ketat dan reformasi sektor keuangan yang melekat pada program pinjaman IMF memperburuk krisis, sementara IMF mempertahankan pendapatnya  bahwa mereka sangat membantu penyelesaian krisis yang mana kebijakan IMF untuk meredam dampak krisis. Pemerintah, bank, dan perusahaan di negara-negara yang terkena dampak krisis didakwa dengan "kelemahan mendasar" dalam kurangnya transparansi dan pengawasan regulasi pada sistem keuangan domestik adalah  akar  dari krisis tersebut.  Pasar internasional dipandang telah bertindak panik, sehingga mendorong capital outflow besar-besaran dari negara-negara Asia Timur. Mengakibatkan resesi ekonomi yang mengejutkan dunia sehingga berdampak pada lebih dari satu juta orang di Thailand dan sekitar 21 juta di Indonesia menemukan diri mereka berubah menjadi miskin hanya dalam hitungan beberapa minggu, sebagai perusahaan bangkrut dan terjadi PHK, jutaan orang kehilangan pekerjaan mereka. 
Sebagai catatan, IMF didirikan sebagai lembaga multilateral yang diharapkan mendorong terciptanya kerjasama keuangan internasional, mendorong ekspansi dan pertumbuhan perdagangan internasional yang berimbang, mendorong kestabilan nilai tukar, membantu terciptanya sistim pembayaran internasional, mengusahakan tersedianya likuiditas sementara bagi negara-ngara anggota yang mengalami masalah neraca pembayaran dan menghilangkan kesenjangan neraca pembayaran negara-negara anggotanya. Untuk mencapai tujuan dari statute tersebut, IMF memfokuskan diri dalam tiga kegiatan yaitu: (1) Surveilliance: suatu proses dimana IMF menilai tahap kerja dan kerangka kebijakan tiap anggotanya. (2) Financial Assistance (bantuan keuangan) dan (3)Technical Assistance (bantunan teknik). IMF dianggap gagal untuk bertindak sebagai lender of last resort, ketika pemberi pinjaman seperti itu paling dibutuhkan di Krisis Asia.
Langkah-langkah yang dilakukan oleh IMF dalam upaya menyelesaikan krisis di Asia antara lain :
1.      Membantu negara-negara yang terkena dampak krisis paling parah (Thailand, Korea Selatan, dan Indonesia) melalui program stabilisasi dan reformasi ekonomi;
2.      Memberikan bantuan pinjaman dana kepada ketiga negara tersebut dan membantu menggalang bantuan dari sumber lain untuk mendukung program reformasi tersebut;
3.      Menetapkan kebijakan moneter dan fiskal ketat untuk menahan depresiasi mata uang lebih lanjut;
4.      Memperbaiki kelemahan sistem keuangan dan melakukan reformasi keuangan secara menyeluruh;
5.      Reformasi struktural terhadap sektor yang menghambat pertumbuhan ekonomi (monopoli, hambatan perdagangan, praktik perusahaan yang tidak transparan);
6.      Membantu mempertahankan dan membuka kembali sumber pembiayaan dari luar negeri; dan
7.      Mempertahankan kebijakan fiskal yang dianggap sudah baik, termasuk di dalamnya meningkatkan anggaran bagi rekonstruksi sektor keuangan.
Sebelum membantu negara-negara yang terkena krisis, sesuai dengan isi dari Konsensus Washington, IMF menyarankan negara-negara tersebut mengimplementasikan 10 elemen sebagai berikut: (1) disiplin fiskal; (2) prioritas pengeluaran publik; (3) reformasi pemungutan pajak; (4) liberalisasi finansial; (5) kebijakan luar negeri yang mendorong persaingan; (6) liberalisasi perdagangan; (7) mendorong kompetisi antara perusahaan asing dan domestik untuk menciptakan efisiensi; (8) mendorong privatisasi; (9) mendorong iklim deregulasi; (10) pemerintah melindungi hak kekayaan intelektual. Jika dipersingkat dari 10 elemen di atas adalah, liberalisasi, deregulasi, dan privatisasi. Dan ketiga syarat tersebut harus dilakukkan bagi negara yang ingin dibantu oleh IMF. Nama programnya adalah Structural Adjustment Program (SAP).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Motivasi dalam organisasi (macam teori)

  1.       Pengertian Motivasi Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang mempunyai arti berpindah. Sehingga motivasi diarti...