Kamis, 05 Juni 2014

PEMILU LEGISLATIF, KPU BUKAN GAGAL TAPI DIGAGALKAN

Mungkin sudah terlambat jika kita membahas tentang pelaksanaan pemilihan umum legislative yang diselenggarakan pada hari Rabu, 9 April 2014 lalu. Namun menurut saya masih ada bebrapa masalah yang sekiranya patut diangkat supaya nantinya pelaksanaan pemilihan presiden yang tinggal satu bulan lagi berlangsung dengan lebih baik dan jauh lebih kondusif mengingat pelaksanaan pencoblosan presiden yang pada periode ini diikuti oleh dua pasangan calon Prabowo – Hatta dan Jokowi –JK berlangsung pada pertengahan bulan ramadhan. Judul yang saya pilih adalah KPU bukan gagal tapi digagalkan. Komisi Pemilihan Umum merupakan lembaga yang menyelenggarakan pesta demokrasi bangsa Indonesia dan tahun 2014 ini merupakan ketiga kalinya KPU menyelenggarakan pemilu legislatif. Permasalahan yang sama selalu saja muncul dalam pemilihan para legislator yang merupakan sosok dimana bangsa Indonesia ini menggantungkan harapan kepadanya. Permasalahan yang saya maksud ini adalah tentang banyaknya pelanggaran – pelanggaran baik sebelum proses pencoblosan maupun sesudah pencoblosan yang mana menurut saya itu dilakukan oleh kader – kader baik dari partai politik peserta pemilu ataupun kader dari calon legislatif (caleg) yang bersangkutan. Jadi pada artikel ini saya bagi jenis pelanggaran pemilu ke dalam dua part yaitu sebelum pencoblosan dan setelah pencoblosan.
Pertama pelanggaran – pelanggaran yang berlangsung sebelum proses pencoblosan. Pelanggaran yang terjadi selama tiga kali proses pemilihan umum sudah banyak modifikasi dan inovasi dan ini beberapa diantaranya.
-          Pencurian start masa kampanye
Pelanggaran ini mungkin sudah sering kita jumpai bagaimana para caleg sudah mulai turun ke masyarakat dan menjadi sosok yang sedikit ataupun pura – pura egaliter. Pemasangan spanduk, alat peraga pencoblosan yang dipasang disembarang tempat dan tidak beraturan. Tetapi mereka beralasan inilah satu – satunya cara untuk dapat bersosialisasi, mempromosikan diri, dan menyampaikan visi – misi mereka kepada kosntituennya. Banyak dari mereka yang sudah jauh – jauh bulan sudah melakukan sosialisasi ke pelosok desa untuk menjaring masa dengan menyodorkan uang tunai bagi siapa yang mau ikut sosialisasi. Pencurian start kampanye yang menurut saya paling menyedihkan ketika di dapil mereka pada masa sebelum kampanye terjadi bencana bagaimana para caleg itu berlomba – lomba memberi bantuan. Memang disisi lain membantu para korban bencana namun disisi menurut saya kurang tepat jika menempatkan kondisi saudara – saudara kita yang sedang kesusahan tetapi dijadikan ladang basah bagi mereka.
-          Inovasi Suap
Untuk periode pemilu legislative 2014 ini bukan hanya dengan memberikan uang untuk menarik simpati para pemilih tetapi banyak alternatif yang sudah ditempuh para oknum caleg misalnya bagi – bagi sembako, mobil sehat keliling, bagi – bagi jilbab dan mukena, peralatan sekolah dan lain – lain. Ada juga salah satu oknum caleg yang memberikan beasiswa kepada peraih nilai ujian nasional tertinggi se kabupaten yang sudah berlangsung sejak tiga tahun yang lalu. Ada juga caleg yang memberikan paket study tour kepada salah satu  Sekolah Menengah Pertama.
-          Pengerahan massa saat kampanye
Pada saat kampanye mungkin yang sering kita lihat adalah penyampaian visi-misi dan ditambah dengan hiburan orkes dangdut dimana disitu pasti akan banyak massa pendukung yang datang untuk meramaikan. Sebenarnya massa yang datang dan yang mengikuti kampanye itu istilah kerennya adalah penonton bayaran yang dibayar untuk memeriahkan acara seperti di acara televise swasta nasional. Massa yang datang pada saat kampanye diberi uang sebagai imbalan atas kesediaan mereka datang, mengenakan kaos serta atribut lainya, dan imbalan atas kesediaan berteriak semangat mendukung oknum tersebut.
-          Serangan fajar
Mungkin istilah serangan fajar sudah tidak asing lagi bagi kita. serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk para kader – kader partai politik ataupun oknum caleg yang memberikan uang tunai kepada para pemilih agar mau memilih kandidat tertentu dimana transaksi tersebut berlangsung di saat shubuh atau malam hari sebelum hari pencoblosan. Pada pemilu legislatif kali ini banyak sekali serangan fajar masyarakat terima bahkan ada yang jumlahnya mencapai ratusan ribu berhasil ia dapat. Saya kadang heran mengapa masih banyak oknum yang melakukan cara yang menurut saya sudah tidak efektif lagi. Perlu diketahui pemilih sekarang lebih cerdas, banyak yang mau menerima serangan fajar tapi tidak mau mencoblos.
Beberapa pelanggaran yang saya paparkan diatas sudah bukan hal yang baru lagi dalam setiap pelaksanaan pemilihan umum. Mungkin hanya sedikit inovasi dan modifikasi saja. Namun yang saya herankan manakala banyak suara berkembang yang memojokkan KPU. KPU dinilai gagal dalam menjalankan pemilu. Lho…. Bukanya anda dan kader – kader anda sendiri yang menggagalkan ? memang disini ada beberapa hal yang perlu dibenahi dalam pelaksanaan pemilu supaya nanti kedepanya tidak terjadi pelanggaran yang berulang. Mungkin sedikit saran dari saya bagaimana Badan Pengawas Pemilu harusnya diberi wewenang lebih untuk menindak setiap pelanggaran sebelum masa pencoblosan seperti contohnya pada masa kampanye. Bawaslu harusnya bukan hanya jadi pengawas pelaksanaan pemilu secara umum tetapi juga pemberi sanksi secara langsung kepada setiap pelanggaran. Menurut saya pemberian sanksi terhadap pelanggaran pemilu legislatif kemarin prosesnya terlalu lamban dan birokratis jadi banyak kasus – kasus pelanggaran sudah expired untuk diselesaikan.
sebelumnya sudah saya bahas tentang macam – macam pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan umum legislatif april kemarin. Selanjutnya saya akan bahas pelanggaran yang terjadi pada saat setelah proses pencoblosan dan perhitungan suara dari TPS ( Tempat Pemungutan Suara). Oke mengapa saya mengelompokkan proses pemilu ke dalam dua part, karena menurut saya pengidentifikasian pelanggaran itu perlu dikelompokkan supaya nantinya mempermudah analisis masalah dan penemuan solusinya. Saya beranggapan pada masa itulah pelanggaran pemilu banyak terjadi dan kesalahan masyarakat adalah mereka berasusmsi bahwa pemilu legislatif ini gagal karena banyak terjadi kecurangan. Padahal menurut saya esensi dari pemilu pada proses pencoblosan dan perhitungan suara di tingkat TPS  95% menurut saya berlangsung sangat tertib. Semua berlangsung sesuai jalur yang sudah ditentukan. Yang menjadi masalah setelah pelanggaran pasca pencoblosan adalah proses rekapitulasi yang berlangsung di tingkat PPS desa dan PPK ( tingkat kecamatan) proses rekapitulasi inilah yang menurut saya area riskan terjadinya pelanggaran seperti penghilangan suara, pengurangan suara, dan penggelembungan suara.
Mengapa bisa terjadi ?
Proses rekapitulasi di tingkat desa dan kecamatan berlangsung bisa satu sampai dua minggu bagaimana petugas PPS dan PPK merekapitulasi suara dari per TPS dan desa, penyusunan laporan, dan pengisian Plano. Proses yang lama dan menguras tenaga ini tidak dikawal oleh saksi – saksi dari partai politik seperti halnya proses pencoblosan dan perhitungan suara di tingkat TPS. Proses rekapitulasi menjadi rawan pelanggaran karena tidak ada saksi yang adanya oknum – oknum yang tidak puas atas perolehan suara di tingkat TPS sehingga jalan terakhir agar mereka bisa memperoleh suara yang banyak adalah dengan membeli suara atau istilahnya menyuap petugas PPS atau PPK untuk menambahkan suara mereka.
Bisa disimpulkan sendirikan siapa yang patut disalahkan atas proses pemilu yang carut marut ini ? masihkan KPU patut disalahkan ???? tidak




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Motivasi dalam organisasi (macam teori)

  1.       Pengertian Motivasi Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang mempunyai arti berpindah. Sehingga motivasi diarti...