Mungkin sudah terlambat jika kita membahas tentang
pelaksanaan pemilihan umum legislative yang diselenggarakan pada hari Rabu, 9
April 2014 lalu. Namun menurut saya masih ada bebrapa masalah yang sekiranya
patut diangkat supaya nantinya pelaksanaan pemilihan presiden yang tinggal satu
bulan lagi berlangsung dengan lebih baik dan jauh lebih kondusif mengingat
pelaksanaan pencoblosan presiden yang pada periode ini diikuti oleh dua
pasangan calon Prabowo – Hatta dan Jokowi –JK berlangsung pada pertengahan
bulan ramadhan. Judul yang saya pilih adalah KPU bukan gagal tapi digagalkan.
Komisi Pemilihan Umum merupakan lembaga yang menyelenggarakan pesta demokrasi
bangsa Indonesia dan tahun 2014 ini merupakan ketiga kalinya KPU
menyelenggarakan pemilu legislatif. Permasalahan yang sama selalu saja muncul
dalam pemilihan para legislator yang merupakan sosok dimana bangsa Indonesia
ini menggantungkan harapan kepadanya. Permasalahan yang saya maksud ini adalah
tentang banyaknya pelanggaran – pelanggaran baik sebelum proses pencoblosan
maupun sesudah pencoblosan yang mana menurut saya itu dilakukan oleh kader –
kader baik dari partai politik peserta pemilu ataupun kader dari calon
legislatif (caleg) yang bersangkutan. Jadi pada artikel ini saya bagi jenis
pelanggaran pemilu ke dalam dua part yaitu sebelum pencoblosan dan setelah
pencoblosan.
Pertama pelanggaran – pelanggaran yang berlangsung sebelum
proses pencoblosan. Pelanggaran yang terjadi selama tiga kali proses pemilihan
umum sudah banyak modifikasi dan inovasi dan ini beberapa diantaranya.
-
Pencurian start masa kampanye
Pelanggaran
ini mungkin sudah sering kita jumpai bagaimana para caleg sudah mulai turun ke
masyarakat dan menjadi sosok yang sedikit ataupun pura – pura egaliter.
Pemasangan spanduk, alat peraga pencoblosan yang dipasang disembarang tempat
dan tidak beraturan. Tetapi mereka beralasan inilah satu – satunya cara untuk
dapat bersosialisasi, mempromosikan diri, dan menyampaikan visi – misi mereka
kepada kosntituennya. Banyak dari mereka yang sudah jauh – jauh bulan sudah
melakukan sosialisasi ke pelosok desa untuk menjaring masa dengan menyodorkan
uang tunai bagi siapa yang mau ikut sosialisasi. Pencurian start kampanye yang
menurut saya paling menyedihkan ketika di dapil mereka pada masa sebelum
kampanye terjadi bencana bagaimana para caleg itu berlomba – lomba memberi
bantuan. Memang disisi lain membantu para korban bencana namun disisi menurut
saya kurang tepat jika menempatkan kondisi saudara – saudara kita yang sedang
kesusahan tetapi dijadikan ladang basah bagi mereka.
-
Inovasi Suap
Untuk periode pemilu legislative 2014 ini bukan hanya
dengan memberikan uang untuk menarik simpati para pemilih tetapi banyak
alternatif yang sudah ditempuh para oknum caleg misalnya bagi – bagi sembako,
mobil sehat keliling, bagi – bagi jilbab dan mukena, peralatan sekolah dan lain
– lain. Ada juga salah satu oknum caleg yang memberikan beasiswa kepada peraih
nilai ujian nasional tertinggi se kabupaten yang sudah berlangsung sejak tiga
tahun yang lalu. Ada juga caleg yang memberikan paket study tour kepada salah
satu Sekolah Menengah Pertama.
-
Pengerahan massa saat kampanye
Pada saat kampanye mungkin yang sering kita lihat
adalah penyampaian visi-misi dan ditambah dengan hiburan orkes dangdut dimana
disitu pasti akan banyak massa pendukung yang datang untuk meramaikan.
Sebenarnya massa yang datang dan yang mengikuti kampanye itu istilah kerennya
adalah penonton bayaran yang dibayar untuk memeriahkan acara seperti di acara
televise swasta nasional. Massa yang datang pada saat kampanye diberi uang
sebagai imbalan atas kesediaan mereka datang, mengenakan kaos serta atribut
lainya, dan imbalan atas kesediaan berteriak semangat mendukung oknum tersebut.
-
Serangan fajar
Mungkin istilah serangan fajar sudah tidak asing lagi bagi kita.
serangan fajar adalah istilah yang digunakan untuk para kader – kader partai
politik ataupun oknum caleg yang memberikan uang tunai kepada para pemilih agar
mau memilih kandidat tertentu dimana transaksi tersebut berlangsung di saat
shubuh atau malam hari sebelum hari pencoblosan. Pada pemilu legislatif kali
ini banyak sekali serangan fajar masyarakat terima bahkan ada yang jumlahnya
mencapai ratusan ribu berhasil ia dapat. Saya kadang heran mengapa masih banyak
oknum yang melakukan cara yang menurut saya sudah tidak efektif lagi. Perlu
diketahui pemilih sekarang lebih cerdas, banyak yang mau menerima serangan
fajar tapi tidak mau mencoblos.
Beberapa pelanggaran yang saya
paparkan diatas sudah bukan hal yang baru lagi dalam setiap pelaksanaan
pemilihan umum. Mungkin hanya sedikit inovasi dan modifikasi saja. Namun yang
saya herankan manakala banyak suara berkembang yang memojokkan KPU. KPU dinilai
gagal dalam menjalankan pemilu. Lho…. Bukanya anda dan kader – kader anda
sendiri yang menggagalkan ? memang disini ada beberapa hal yang perlu dibenahi
dalam pelaksanaan pemilu supaya nanti kedepanya tidak terjadi pelanggaran yang
berulang. Mungkin sedikit saran dari saya bagaimana Badan Pengawas Pemilu
harusnya diberi wewenang lebih untuk menindak setiap pelanggaran sebelum masa
pencoblosan seperti contohnya pada masa kampanye. Bawaslu harusnya bukan hanya
jadi pengawas pelaksanaan pemilu secara umum tetapi juga pemberi sanksi secara
langsung kepada setiap pelanggaran. Menurut saya pemberian sanksi terhadap
pelanggaran pemilu legislatif kemarin prosesnya terlalu lamban dan birokratis
jadi banyak kasus – kasus pelanggaran sudah expired untuk diselesaikan.
sebelumnya sudah saya bahas tentang
macam – macam pelanggaran yang terjadi selama proses pemilihan umum legislatif
april kemarin. Selanjutnya saya akan bahas pelanggaran yang terjadi pada saat
setelah proses pencoblosan dan perhitungan suara dari TPS ( Tempat Pemungutan
Suara). Oke mengapa saya mengelompokkan proses pemilu ke dalam dua part, karena
menurut saya pengidentifikasian pelanggaran itu perlu dikelompokkan supaya
nantinya mempermudah analisis masalah dan penemuan solusinya. Saya beranggapan
pada masa itulah pelanggaran pemilu banyak terjadi dan kesalahan masyarakat
adalah mereka berasusmsi bahwa pemilu legislatif ini gagal karena banyak
terjadi kecurangan. Padahal menurut saya esensi dari pemilu pada proses
pencoblosan dan perhitungan suara di tingkat TPS 95% menurut saya berlangsung sangat tertib.
Semua berlangsung sesuai jalur yang sudah ditentukan. Yang menjadi masalah
setelah pelanggaran pasca pencoblosan adalah proses rekapitulasi yang
berlangsung di tingkat PPS desa dan PPK ( tingkat kecamatan) proses
rekapitulasi inilah yang menurut saya area riskan terjadinya pelanggaran
seperti penghilangan suara, pengurangan suara, dan penggelembungan suara.
Mengapa bisa terjadi ?
Proses rekapitulasi di tingkat desa
dan kecamatan berlangsung bisa satu sampai dua minggu bagaimana petugas PPS dan
PPK merekapitulasi suara dari per TPS dan desa, penyusunan laporan, dan
pengisian Plano. Proses yang lama dan menguras tenaga ini tidak dikawal oleh
saksi – saksi dari partai politik seperti halnya proses pencoblosan dan
perhitungan suara di tingkat TPS. Proses rekapitulasi menjadi rawan pelanggaran
karena tidak ada saksi yang adanya oknum – oknum yang tidak puas atas perolehan
suara di tingkat TPS sehingga jalan terakhir agar mereka bisa memperoleh suara
yang banyak adalah dengan membeli suara atau istilahnya menyuap petugas PPS
atau PPK untuk menambahkan suara mereka.
Bisa disimpulkan sendirikan siapa
yang patut disalahkan atas proses pemilu yang carut marut ini ? masihkan KPU
patut disalahkan ???? tidak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar