Kamis, 05 Juni 2014

PROFESIONALISME Vs. POLITISASI MEDIA MASSA


Dalam kode etik jurnalistik yang saya sendiri tidak mengetahui betul poin – poin di dalamnya secara mendetail terkait bagaimana memberitakan atau menyebarluaskan informasi yang sesuai dengan koridor pewarta berita. Sekilas yang saya ketahui hanya pemberitaan haruslah professional, lugas, tegas, sesuai realitas, dan tidak memihak serta memojokkan pihak lain. Dan berikut ini peraturan terkait dengan kode etik jurnalis yang saya peroleh dari googling dari berbagai sumber secara online dari http://www.lpds.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=40:kode-etik-jurnalistik&catid=30:kode-etik-jurnalistik&Itemid=32
KODE ETIK JURNALISTIK (KEJ)

Kemerdekaan berpendapat, berekspresi, dan pers adalah hak asasi manusia yang dilindungi Pancasila, Undang-Undang Dasar 1945, dan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia PBB. Kemerdekaan pers adalah sarana masyarakat untuk memperoleh informasi dan berkomunikasi, guna memenuhi kebutuhan hakiki dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers itu, wartawan Indonesia juga menyadari adanya kepentingan bangsa, tanggung jawab sosial, keberagaman masyarakat, dan norma-norma agama.

Dalam melaksanakan fungsi, hak, kewajiban dan peranannya, pers menghormati hak asasi setiap orang, karena itu pers dituntut profesional dan terbuka untuk dikontrol oleh masyarakat.

Untuk menjamin kemerdekaan pers dan memenuhi hak publik untuk memperoleh informasi yang benar, wartawan Indonesia memerlukan landasan moral dan etika profesi sebagai pedoman operasional dalam menjaga kepercayaan publik dan menegakkan integritas serta profesionalisme. Atas dasar itu, wartawan Indonesia menetapkan dan menaati Kode Etik Jurnalistik:

Pasal 1
Wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beritikad buruk.

Penafsiran
a. Independen berarti memberitakan peristiwa atau fakta sesuai dengan suara hati nurani tanpa campur tangan, paksaan, dan intervensi dari pihak lain termasuk pemilik perusahaan pers.
b. Akurat berarti dipercaya benar sesuai keadaan objektif ketika peristiwa terjadi.
c. Berimbang berarti semua pihak mendapat kesempatan setara.
d. Tidak beritikad buruk berarti tidak ada niat secara sengaja dan semata-mata untuk menimbulkan kerugian pihak lain.

Pasal 2
Wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Penafsiran
Cara-cara yang profesional adalah:
a. menunjukkan identitas diri kepada narasumber;
b. menghormati hak privasi;
c. tidak menyuap;
d. menghasilkan berita yang faktual dan jelas sumbernya;
e. rekayasa pengambilan dan pemuatan atau penyiaran gambar, foto, suara dilengkapi dengan keterangan tentang sumber dan ditampilkan secara berimbang;
f. menghormati pengalaman traumatik narasumber dalam penyajian gambar, foto, suara;
g. tidak melakukan plagiat, termasuk menyatakan hasil liputan wartawan lain sebagai karya sendiri;
h. penggunaan cara-cara tertentu dapat dipertimbangkan untuk peliputan berita investigasi bagi kepentingan publik.

Pasal 3
Wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Penafsiran
a. Menguji informasi berarti melakukan check and recheck tentang kebenaran informasi itu.
b. Berimbang adalah memberikan ruang atau waktu pemberitaan kepada masing-masing pihak secara proporsional.
c. Opini yang menghakimi adalah pendapat pribadi wartawan. Hal ini berbeda dengan opini interpretatif, yaitu pendapat yang berupa interpretasi wartawan atas fakta.
d. Asas praduga tak bersalah adalah prinsip tidak menghakimi seseorang.

Pasal 4
Wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Penafsiran 
a. Bohong berarti sesuatu yang sudah diketahui sebelumnya oleh wartawan sebagai hal yang tidak sesuai dengan fakta yang terjadi.
b. Fitnah berarti tuduhan tanpa dasar yang dilakukan secara sengaja dengan niat buruk.
c. Sadis berarti kejam dan tidak mengenal belas kasihan.
d. Cabul berarti penggambaran tingkah laku secara erotis dengan foto, gambar, suara, grafis atau tulisan yang semata-mata untuk membangkitkan nafsu birahi.
e. Dalam penyiaran gambar dan suara dari arsip, wartawan mencantumkan waktu pengambilan gambar dan suara.

Pasal 5
Wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Penafsiran
a. Identitas adalah semua data dan informasi yang menyangkut diri seseorang yang memudahkan orang lain untuk melacak.
b. Anak adalah seorang yang berusia kurang dari 16 tahun dan belum menikah.

Pasal 6
Wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Penafsiran
a. Menyalahgunakan profesi adalah segala tindakan yang mengambil keuntungan pribadi  atas informasi yang diperoleh saat bertugas sebelum informasi tersebut menjadi pengetahuan umum.
b. Suap adalah segala pemberian dalam bentuk uang, benda atau fasilitas dari pihak lain yang mempengaruhi independensi.

Pasal 7
Wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan “off the record” sesuai dengan kesepakatan.

Penafsiran
a. Hak tolak adalak hak untuk tidak mengungkapkan identitas dan keberadaan narasumber demi keamanan narasumber dan keluarganya.
b. Embargo adalah penundaan pemuatan atau penyiaran berita sesuai dengan permintaan narasumber.
c. Informasi latar belakang adalah segala informasi atau data dari narasumber yang disiarkan atau diberitakan tanpa menyebutkan narasumbernya.
d. “Off the record” adalah segala informasi atau data dari narasumber yang tidak boleh disiarkan atau diberitakan.

Pasal 8
Wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Penafsiran
a. Prasangka adalah anggapan yang kurang baik mengenai sesuatu sebelum mengetahui secara jelas.
b. Diskriminasi adalah pembedaan perlakuan.

Pasal 9
Wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Penafsiran
a. Menghormati hak narasumber adalah sikap menahan diri dan berhati-hati.
b. Kehidupan pribadi adalah segala segi kehidupan seseorang dan keluarganya selain yang terkait dengan kepentingan publik.

Pasal 10
Wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, dan atau pemirsa.

Penafsiran
a. Segera berarti tindakan dalam waktu secepat mungkin, baik karena ada maupun tidak ada teguran dari pihak luar.
b. Permintaan maaf disampaikan apabila kesalahan terkait dengan substansi pokok.

Pasal 11
Wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Penafsiran
a. Hak jawab adalah hak seseorang atau sekelompok orang untuk memberikan tanggapan atau sanggahan terhadap pemberitaan berupa fakta yang merugikan nama baiknya.
b. Hak koreksi adalah hak setiap orang untuk membetulkan kekeliruan informasi yang diberitakan oleh pers, baik tentang dirinya maupun tentang orang lain.
c. Proporsional berarti setara dengan bagian berita yang perlu diperbaiki.

Penilaian akhir atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan Dewan Pers.
Sanksi atas pelanggaran kode etik jurnalistik dilakukan oleh
organisasi wartawan dan atau perusahaan pers.


Jakarta, Selasa, 14 Maret 2006

(Kode Etik Jurnalistik ini ditandatangani oleh 29 organisasi pers di Jakarta, 14 Maret 2006. Dewan Pers menetapkannya melalui Surat Keputusan Nomor 03/SK-DP/III/2006 yang kemudian disahkan sebagai Peraturan Dewan Pers Nomor 6/Peraturan-DP/V/2008)


Dimana diatas dijelaskan poin – poin penting yang membahas tentang bagaimana seharusnya peliputan dan pemberitaan suatu topic berita.
Tahun 2014 merupakan tahun dimana dilaksanakan pesta demokrasi bangsa Indonesia. Pemilihan Umum (Pemilu) yang ketiga kalinya ini diselenggarakan merupakan suatu proses dimana kita sebagai bangsa Indonesia menentukan pemimpin – pemimpin yang benar memiliki kapabilitas untuk memimpin, revolusioner, dan mampu membawa perubahan bangsa Indonesia ke arah yang lebih baik dimana kita mampu berdiri sejajar dengan bangsa – bangsa maju lainya. Pada proses penentuan siapa pemimpin yang pantas memegang amanah dari bangsa Indonesia media massa memiliki peran penting dalam penyebaran informasi, sebagai media edukasi bagi masyarakat, selain fungsi utamanya sebagai media promosi dan sosialisasi yang digunakan para calon pemimpin bangsa ini untuk memperkenalkan diri mereka ke publik, media kampanye dan penyampaian visi dan misi mereka dan lain sebagainya. Dari beberapa poin yang saya sebutkan bisa disimpulkan bahwa peran media massa memiliki kontribusi yang luar biasa dalam proses mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap salah satu figur tertentu. Terlebih di tahun politik ini banyak media massa yang dijadikan alat untuk menjatuhkan lawan politik dengan penyebarluasan berita ataupun liputan tentang lawan politik yang yaa… memang pada kenyataanya sesuai dengan realita namun kadang saya melihat bagaimana media massa me-blow up berita terlalu berlebihan. Semisal saja saya sebutkan kasus korupsi yang dilakukan oleh mantan kader partai Demokrat seperti M. Nazarudin, Anas Urbaningrum, Angelina Sondakh dan yang lainya bagaimana media massa yang dimiliki oleh golongan – golongan tertentu yang merupakan lawan dari Partai Demokrat benar – benar memanfaat momentum skandal korupsi tersebut untuk menjatuhkan image partai tersebut. Memang kasus yang diberitakan sesuai dengan kenyataan dan dipublikasikan secara sebenar – benarnya dan disisi lain memang memberikan informasi kepada masyarakat tentang seperti apa kerasnya perpolitikan di negeri ini.
Dengan adanya politisasi dan  kepentingan dalam tubuh media massa yang harusnya berjalan independen mengakibatkan banyak sekali media massa yang saya lihat kini lebih memberikan pencitraan positif kepada golongan tertentu dan secara frontal me-blow up lawan politiknya. Kepemilikan media massa baik cetak maupun eletronik seperti suatu keharusan atau syarat yang harus dimiliki oleh siapapun yang benar – benar ingin memenangkan persaingan ketat dalam percaturan politik di tanah air. Dengan memiliki media massa mereka memiliki senjata sekaligus penangkal peluru serangan dari lawan politiknya. Dengan memiliki media massa mereka bisa dengan mudah mempromosikan diri tanpa harus mengeluarkan biaya mahal.

Seyogyanya, media massa dalam kontribusinya memberikan informasi yang aktual kepada masyarakat mampu berdiri secara independen tanpa harus ada kepentingan politik di dalamnya. Media massa memiliki kontribusi besar dalam mencerdaskan bangsa khususnya dalam hal ini memberikan edukasi politik yang sesuai porsinya tanpa ada politisasi di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Motivasi dalam organisasi (macam teori)

  1.       Pengertian Motivasi Kata motivasi berasal dari bahasa latin yaitu movere yang mempunyai arti berpindah. Sehingga motivasi diarti...