1.
Jenis Tanaman Kakao
Kakao adalah tanaman yang diperkirakan
berasal dari hutan di Amerika Tengah dan Amerika Selatan bagian utara. Tanaman
ini pertama kali dibudidayakan oleh Suku Aztec dan Suku Maya dimana biji dari
tanaman kakao dikeringkan di bawah sinar matahari yang kemudian dijadikan
adonan cokelat (Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010:4). Tanaman
kakao mulai diperkenalkan ke Eropa oleh bangsa Spanyol pada tahun 1550.
Sementara di Indonesia, tanaman kakao diperkenalkan pertama kali di daerah
Sulawesi Utara oleh bangsa Spanyol pada tahun 1560 (Prawoto, 2008:12). Secara
taksonomi, tanaman kakao tergolong dalam marga Theobroma dengan suku Sterculiaceae.
Buah kakao secara umum dibedakan menjadi tiga yaitu:
a.
Kakao Criollo
Kakao Criollo merupakan jenis tanaman kakao
yang menghasilkan biji kakao dengan mutu sangat baik dan dikenal sebagai
cokelat mulia atau premium. Buah kakao Criollo berwarna merah atau berwarna
hijau. Kulit buah kakao Criollo cenderung kasar, tebal, lunak, dan mudah
dipecah. Ukuran biji buah besar dan bulat dengan dengan kadar lemak yang
relatif rendah.
b.
Kakao Forastero
Kakao jenis Forastero menghasilkan biji
cokelat dengan mutu sedang (bulk cacao).
Buah kakao jenis Forastero berwarna hijau dengan kulit tebal. Biji buah tipis
atau gepeng dengan cita rasa lebih pahit dibandingkan kakao Criollo. Tanaman
kakao jenis Forastero juga disebut dengan kakao lidak yang memiliki pretumbuhan
vegetatif lebih baik dan lebih tahan terhadap hama dan serangan penyakit.
c.
Kakao Trinitario
Jenis kakao Trinitario merupakan kakao jenis
campuran atau hibridasi dari jenis Criollo dengan jenis Forastero yang
menghasilkan biji fine flavour cocoa
dan memiliki karakter yang heterogen. Tamanan jenis Trinitario memiliki keunggulan pertumbuhan yang
cepat dan masa panen sepanjang tahun.
2.
Panen
a.
Pemerahan buah
Panen adalah proses pemerahan buah kakao yang
masak yang ditandai dengan perubahan warna, perubahan ciri fisik buah, serta
jika buah diguncang maka biji mengeluarkan bunyi. Umur buah panen ditentukan
sejak fase pembentukan buah sampai pada fase kematangan membutuhkan waktu
kurang lebih 5 bulan (SCCP, 2013:6). Setelah proses pemerahan buah kakao, tahap
selanjutnya adalah proses pemecahan buah kakao, pengambilan biji dari dalam
buah, proses sortasi biji kakao basah.
b.
Fermentasi
Fermentasi adalah proses penguaraian senyawa
yang tejadi di dalam biji kakao untuk membentuk aroma dan warna pada biji
kakao. Fermentasi bertujuan untuk membentuk cita rasa khas cokelat serta
mengurangi rasa pahit dan
sepat yang ada di dalam biji kakao yang masih basah (Pedoman Pengolahan
Kakao Disbun, 2012:5). Proses fermentasi
mengakibatkan terjadinya
perubahan pada biji kakao seperti pulp yang akan
terurai, terjadi proses
fermentasi gula dalam lapisan pulp menjadi alkohol, adanya kenaikan suhu,
terjadi oksidasi oleh bakteri,
terjadinya perubahan alkohol
menjadi asam asetat (Hatmi,
2012:19). Lama proses fermentasi berkisar antara 4 sampai 7 hari yang ditandai
dengan kondisi biji yang lembap dan memiliki bau asam. Setelah proses
fermentasi selesai, biji kakao kemudian direndam untuk menghentikan aktivitas
fermentasi, membersihkan lender, dan mengurangi kadar asam.
c.
Pengeringan
Proses pengeringan bertujuan untuk mengurangi
kadar air. Kadar air yang terkandung dari biji kakao basah berkisar dari 60%
hingga 70%. Pengeringan dilakukan untuk mengurangi kadar air pada biji hingga
menjadi 6% sampai 7% (Karmawati, 2010:96). Pengeringan dapat dilakukan dengan
menggunakan metode penjemuran di bawah sinar matahari, menggunakan alat
pengering, atau menggunakan kedua metode
secara bersamaan (Hatmi, 2012:24).
d.
Sortasi
Sortasi adalah aktivitas pengelompokan biji
berdasarkan kenampakan fisik biji, ukuran biji, serta aktivitas pemisahan biji
kakao dari kotoran yang masih menempel. Biji kakao dikelompokkan berdasarkan
standardisasi yang telah ditetapkan.
3.
Pengolahan Sekunder Biji Kakao
Biji kakao dapat diolah menjadi produk
sekunder seperti pasta cokelat, lemak cokelat, dan bubuk cokelat. Biji kakao
merupakan bahan utama pada proses pembuatan pasta, lemak dan bubuk cokelat
dimana nantinya dijadikan makanan dan minuman cokelat. Dapat diketahui tahapan pengolahan biji kakao
menjadi produk olahan kakao. Tahapan pengolahan biji kakao menjadi produk
sekunder secara umum dapat dibagi menjadi 3 tahapan yaitu:
a.
Pembersihan kulit biji kakao
Biji kakao kering sebelum diolah menjadi
produk olahan sekunder harus melalui proses penyangraian (roasting) yang
bertujuan untuk membentuk aroma dan cita rasa cokelat dari biji kakao kering
serta agar memudahkan pengeluaran lemak dari biji kakao ditahap berikutnya.
Pada proses penyangaraian senyawa asam asetat yang terkandung dalam biji kakao
akan bereaksi dan berubah menjadi senyawa Maillard. Suhu ideal untuk proses
sangrai ini berkisar antara 990 sampai 1040 C. Biji kakao
yang telah disangrai akan didinginkan selama 8-10 menit untuk menghindari
gosong. Setelah dingin akan dilakukan proses pemisahan kulit dari daging biji
(nib).
b.
Pelumatan
Daging biji (nib) yang telah dipisahkan dari
kulit akan dilumatkan menjadi adonan pasta cokelat. Proses pelumatan diperlukan
untuk menghasilkan tektor pasta yang bermutu tinggi. Proses pelumatan nib
dilakukan secara berulang-ulang hingga mencapai ukuran <20 µm dan membentuk
pasta.
c.
Pengempaan
Adonan pasta cokelat yang telah memenuhi
kriteria selanjutnya akan dikempa yaitu proses pengeluaran dan pemisahan lemak
cokelat dari pasta cokelat. Proses pengempaan dilakukan pada suhu 400 C
sampai 500 C dengan kadar air kurang dari 4%. Pada proses proses ini terjadi pemisahaan
antara ampas (bungkil) dan lemak cokelat. Bungkil selanjutnya akan diproses
menjadi bubuk cokelat. Sedangkan lemak cokelat dapat diproses menjadi makanan
cokelat.
4.
Produk olahan biji kakao
Tanaman kakao merupakan tanaman dimana biji
buahnya merupakan bahan utama pembuatan makanan dan minuman yang berbahan baku
cokelat. Biji tanaman kakao diproses menjadi berbagai macam produk olahan yang
diperdagangkan baik di pasar domestik maupun internasional.
Macam-macam produk olahan kakao antara lain:
a.
Biji Kakao
Biji kakao adalah biji dari buah
tanaman kakao yang dijadikan
bahan utama untuk makanan olahan cokelat. Biji kakao diperdagangkan dalam
bentuk fisik sebagai biji kakao kering dan biji kakao basah kemudian
digolongkan sebagai produk primer. Berdasarkan Standar Nasional Indonesia
nomor 2323 tahun 2008, biji kakao digolongkan menjadi jenis mulia dan lindak. Kriteria biji dengan kualitas baik antara lain:
1.
Memiliki ukuran biji yang seragam dengan berat 1 gram per biji dengan
cangkang tidak pecah.
2.
Terfermentasi dengan baik yang ditandai dengan kondisi biji kering,
berwarna cokelat, dan berbau asam.
3.
Kadar air maksimal 7,5%.
4.
Biji kakao maksimal 110 biji per 100 gram.
Berdasarkan
kriteria tersebut maka spesifikasi kualitas biji kakao kering di Indonesia
digolongkan menjadi beberapa tingkatan seperti pada tabel 4.1 berikut.
Tabel
4.1 : Spesifikasi Standar Kualitas Biji Indonesia
Grade
|
Kadar Air
|
Kotoran
|
Jumlah biji per 100 gr
|
Jamur
|
Grade AA
|
6-7%
|
0%
|
85
|
1-2%
|
Grade A
|
7-8%
|
2%
|
85-100
|
-
|
Grade B
|
7,5%
|
2,5%
|
101-110
|
4%
|
Grade C
|
8-9%
|
3-4%
|
111-120
|
>4%
|
Ditolak
|
>10%
|
>5%
|
>120
|
5-6%
|
Sumber:
SCPP, 2013
Tabel
4.1 menjabarkan spesifikasi standar kualitas biji kakao yang ditetapkan oleh
Badan Standarisasi Nasional tahun 2008. Biji kakao kulaitas premium atau grade AA memiliki kadar air 6% hingga 7%
dengan kandungan jamur minimal 1% sampai 2% dan jumlah biji per 100 gram
berkisar antara 85 sampai 100 butir. Biji kakao kualitas sedang merupakan biji
kakao yang tergolong pada grade A dan
B. Biji kakao kualitas rendah atau grade
C memiliki spesifikasi kandungan air 8% hingga 9% dengan jumlah biji sebanyak
111 sampai 120 butir per 100 gramnya. Biji kakao dengan kadar air lebih dari
10% dengan jumlah biji lebih dari 120 butir per 100 gram dikategorikan ditolak.
b.
Pasta Cokelat
Pasta cokelat dikenal sebagai chocolate paste atau chocolate mass yang merupakan produk
sekunder berbahan baku biji kakao. Pasta cokelat atau cocoa mass dibuat dari daging biji kakao kering (nib) melalui
beberapa tahapan proses pelumatan untuk mengubah biji kakao kering menjadi
bentuk pasta.
c.
Lemak Cokelat
Lemak (fat)
cokelat berasal dari proses pengempaan pasta cokelat. Lemak cokelat merupakan
lemak nabati yang memiliki sifat cair pada suhu di bawah titik bekunya dan
secara umum memiliki sifat tidak mudah larut dalam air. Lemak secara umum
diolah menjadi mentega cokelat, margarine cokelat, dan untuk industri kimia dan
farmasi.
d.
Bubuk Cokelat
Bubuk cokelat berasal dari inti biji hasil
pengempaan yang bertujuan memisahkan lemak dan ampas yang mana ampas (bungkil)
kemudian dihaluskan. Bungkil atau ampas kemudian dikeringkan dan digiling halus
sehingga terbentuk tepung cokelat.
Berdasarkan perdagangan internasioal, biji
kakao dan produk olahan kakao dibagi menjadi beberapa produk turuanan. Produk
turunan biji kakao dibedakan berdasarkan standar kode Harmonized System (HS). Beberapa produk olahan kakao dibedakan
sebagai berikut.
Tabel 4.2 : Spesifikasi Produk Olahan Kakao
Berdasarkan kode HS
No.
|
Produk Olahan Kakao
|
Kode HS
|
1
|
Cocoa bean, whole broken, raw or roasted
|
1801
|
2
|
Cocoa
shells, husk, skins, and other cocoa waste
|
1802
|
3
|
Cocoa
paste, whether or not defatted
|
1803
|
4
|
Cocoa
butter, fat and oil
|
1804
|
5
|
Cocoa
Powder without added sugar
|
1805
|
6
|
Chocolate
and other food preparations containing cocoa
|
1806
|
Sumber: International Trade Center, 2016
Tabel 4.2 menjabarkan penggolongan produk
olahan kakao berdasarkan kode HS. Kode
HS 1801 merupakan kode untuk biji kakao yang utuh maupun pecah, baik mentah
maupun kering. Kode HS 1802 diperuntukkan untuk limbah biji kakao yang terdiri
dari tempurung, kulit, dan serabut buah kakao. Pasta cokelat memiliki kode HS
1803 sedangkan lemak cokelat, mentega, dan minyak cokelat memiliki kode HS
1804. Kode HS 1805 merupakan kode untuk produk olahan bubuk cokelat murni. Kode
HS 1806 merupakan kode untuk produk olahan cokelat yang terdiri atas makanan
cokelat jadi baik yang berbentuk cokelat batangan, cair, maupun bubuk.
Daftar Pustaka
Pusat
Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia, 2010. Buku
Pintar Budi Daya Kakao. Jakarta: Agro Media Pustaka
Prawoto
A.A., Wibawa, A. dkk. 2008. Panduan
Lengkap Kakao. Jakarta: Swadaya
SCPP.
2013. Pasca Panen, Kualitas Biji Kakao dan Fermentasi. (PDF) diakses melalui
situs www.swisscontact.or.id
Dinas
Perkebunan Provinsi Jawa Tmur. Pedoman Teknis Budidaya Kakao. (PDF)
Hatmi,
R.U. dan Rustijarno, S. 2012. Teknologi Pengolahan
Biji Kakao Menuju SNI Biji Kakao 01.2323.2008. Yogyakarta: BPTP (PDF)
Karmawati,
E., dkk. 2010. Budidaya dan Pasca Panen
Kakao. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. (PDF) diakses
melalui situs
http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id/wp-content/uploads/2011/01/perkebunan_ budidaya_kakao.pdf
Mulato,
S. 2010. Pengembangan Teknologi Pasca Panen Pendukung Upaya Peningkatan Mutu
Kakao Nasional, Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia. (PDF)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar